Perjuangan Mendapatkan Visa ke Finlandia


Bandara Ngurah Rai Bali-dokumen pribadi

Sebenarnya ini bukan titik awal perjalanan akademik dan spiritual saya ke Finlandia bermula, namun saya ingin memulainya dari fase ini karena ada satu momen yang tak kan pernah akan saya lupakan di bandara ini. Momen ketika cinta, usaha, dan doa menyatu mewujud nyata. Semoga Anda semua dapat menikmati tulisan perdana setelah sekian purnama saya tidak menjentikkan jari khusus untuk menorehkan cerita.

Pada masa pandemi dengan segala ketidakpastian, saya sempat ragu apakah saya akan bisa berangkat ke Finlandia meskipun seluruh dana sudah dikirim ke rekening saya. Berulang kali saya cek website pembuatan visa Eropa untuk Finlandia https://visa.vfsglobal.com/idn/id/fin berulang kali pula saya membacanya. Sejak pengumuman saya lolos menerima pendanaan di bulan Juni 2021, pada akhirnya saya baru bisa berangkat ke kantor vfs Bali di bulan September 2021 tanggal 14 kurang lebih satu bulan sebelum tanggal keberangkatan.

Pada dasarnya syarat-syarat pembuatan visa ini tidak rumit dan seperti tercantum di website tersebut, hanya saja perlu tambahan keterangan sertifikat vaksin saja. Setelah mengisi form aplikasi melalui website tersebut, lalu saya membuat janji temu. Nah, pada saat membuat janji temu ini, saya memutuskan untuk memilih vfs Bali. Anda tahu apa alasan saya? alasan pertama adalah disaat pandemi penerbangan ke jakarta sangat terbatas, kantor vfs Jakarta jauh dari Bandara sehingga mau tidak mau saya harus menginap, selain itu saat itu rupanya jadwal di kantor vfs Jakarta juga sudah penuh, saya masih harus menunggu beberapa minggu lagi untuk bisa membuat janji temu. Kondisi yang berbeda justru saya temukan di kantor vfs Denpasar, ketika saya cek ternyata kantornya dekat sekali dari Bandara, benar saja hanya kurang lebih 10 menit, selain itu di hari yang sama dari Solo ada penerbangan pagi ke Denpasar, dan sebaliknya dari Denpasar ada penerbangan sore ke Solo, sehingga saya tidak perlu menginap. Mengapa saya tidak mau menginap? bukan karena saya tidak mampu membayar tarif satu malam di sana, namun lebih karena saya tidak ingin membuang waktu saya bersama anak-anak. Sebagai ibu dari 4 anak, yang akan meninggalkan mereka dalam waktu yang lumayan, saya tidak ingin membuang waktu meskipun hanya satu malam. Lagi pula kalau saya menginap, saya baru bisa akan pulang sore hari dari Denpasar karena tidak ada penerbangan pagi 😦 Dapat dibayangkan berapa banyak waktu yang hilang?

Janji temu saya adalah pukul 10:00-12:00 di kantor vfs Denpasar, karena hanya ada satu dan hanya satu penerbangan pagi itu yaitu pukul 8.00 dari Solo, saya tidak punya pilihan lain, meskipun saya sudah berkali-kali mendapati pengalaman tidak menyenangkan dengan maskapai ini, namun apa daya saya tak punya pilihan lain. Bismillah,… berangkatlah saya.

Benarlah dugaan saya, kebiasaan telat dari maskapai ini belum juga hilang, akhirnya sampai Denpasar pukul 10:00 WIB yang artinya adalah pukul 11:00 WITA, saya langsung cari taksi yg bisa antar paling cepat, saya bayar 100 ribu supaya bisa ngebut dan sampai kantor vfs yang sebenarnya dekat sekali itu. Setibanya saya disana, semua tas diletakkan di loker, saya hanya masuk dengaan membawa dokumen-dokumen yang dibutuhkan saja. Ternyata dari semua dokumen-dokumen itu beberapa masih bermasalah!

Masalah yang pertama, mereka mau minta SK PNS saya! ya ampun, ya enggak bisalah. Masalah ke dua, mereka tidak terima akomodasi yang sudah saya pesan selama 30 hari dari booking.com padahal saya tidak bisa mendapatkan fasilitas asrama mahasiswa karena ini program visiting researcher. Masha Allah,… jadi waktu hanya 1 jam dan harus menyelesaikan dua masalah ini. Hm,… untuk masalah pertama, akhirnya saya bisa gunakan surat tugas dari kampus dan bisa selesai. Untuk masalah ke dua, saya langsung kontak host saya di sana Dr. Kristof Fenyvesi dan menyampaikan bahwa saya menghadapi masalah ini. Beliau langsung membuatkan surat jaminan yang menyatakan bahwa beliau yang akan bertanggung jawab selama saya di Finlandia. Untungnya setelah adanya surat jaminan kilat yang dikirimkan beliau akhirnya, pihak kedubes Finlandia mengijinkan saya untuk diambil data biometriknya dan pengurusan dokumen-dokumen lainnya yang belum lengkap dapat dilanjutkan secara online. Jadilah saya selesai keluar lantor vfs sekitar pukul 13:00, saya langsung sholat setelah selesai sholat saya cek traveloka, oh masih banyak kosong tiket pulang, saya putuskan untuk makan siang dulu. Eh, selesai makan siang ketika mau beli tiket tiba-tiba sudah tidak bisa, saya langsung cari taksi dan menuju bandara, saya pikir karena kurang 3 jam jadi tidak bisa lagi via aplikasi. Rupanya karena saya lupa konversi waktu ke WITA saat ini sudah pukul 13.30 WITA, setibanya di Bandara saya tidak bisa beli tiket di vending mesin. Nah ketika saya ingin membeli dari loket, saya lihat antrian mengular sangat panjang, kalaupun saya bisa membeli tiket bisa dipastikan pesawat sudah terbang duluan. Di saat genting seperti itu, saya berkali-kali bolak balik ke bagian loket yang hanya diisi oleh seorang staff saja, staff ini melayani berbagai keluhan pelanggan, mulai dari penukaran tiket dan rescheduling serta beragam komplain lainnya. Bisa dibayangkkan kan?! ketika saya bilang, “Mas saya perlu tiket untuk penerbangan sekarang ini, apakah bisa bantu saya?” jawaban yang saya terima adalah ” Mba lihat enggak, itu antrian panjangnya minta ampun, saya enggak berani Mba bantu, kecuali semua orang mengijinkan Mba untuk saya layani dulu” sambil acuh tak acuh. Karena wajah anak-anak ada di pelupuk mata, akhirnya saya berani melakukan apa yang beliau inginkan, saya berdiri di depan antrian yang panjang, lalu satu per satu saya datangi dan saya minta tolong kesediaan mereka untuk memberikan saya kesempatan membeli tiket pesawat, seingat saya mungkin sekitar 30 orang. Setelah sampai pada antrian terakhir, akhirnya saya mendapatkan izin tersebut dan saya bisa membeli tiket pulang kembali ke Solo hari ini.

Saya pikir, doanya anak-anak dan keluarga akhirnya terkabul juga, saya bisa mengurus visa tanpa perlu bermalam di Denpasar. Setelah dokumen-dokumen lainnya saya kirirmkan melalui email, dua minggu kemudian akhirnya passport saya terima melalui pos dengan stempel visa Finlandia di dalamnya. Begitulah kisah perjuangan saya dalam mendapatkan visa Finlandia. Buat Anda yang sedang berjuang, tetap semangat ya, proses tidak pernah mengkhianati hasil.

Menjadi Viral Bersama Mas Wali


Saya tidak menduga setelah kejadian tidak terduga, “unexpected situation”, begitu rekan saya dari Finland menyebutnya, di hari Selasa, 11 Mei 2021, ternyata menjadi viral luar biasa pada skala nasional. Berita yang pertama kali muncul di Detik.com telah menyebar luas ke media cetak online dan televisi dengan sangat masif hingga mengundang perhatian luar biasa para netizen di negeri Indonesia ini dan memunculkan komentar-komentar beragam tanpa saya ketahui sebelumnya karena tidak sempat juga membaca berita tersebut satu per satu.

Sebelumnya tentunya saya mengucapkan terima kasih bagi para seluruh netizen yang telah memberikan perhatian dan meluangkan waktu untuk memberikan komentar-komentarnya. Pada kesempatan ini, saya ingin membagikan cerita versi saya sebagai tokoh central dalam berita tersebut agar netizen dapat memperoleh informasi lebih lengkap dan sekaligus bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul seputar peraturan pemerintah terkait mudik pada libur Idul Fitri tahun ini.

Kejadian bermula ketika pada hari Senin, 10 Mei 2021, kami staff dan pegawai Universitas Sebelas Maret (UNS) diberitahu untuk mengambil parcel yang diberikan Universitas sebagai tanda kasihnya dihari idul fitri tahun ini. Parcel tersebut dapat diambil di hari Senin dan Selasa, begitu bunyi dalam surat tersebut. Nah, kebetulan hari senin itu jadwal kerja saya cukup padat, mulai pagi sudah menjadi juri dan siang hingga sore pekerjaan lainnya mulai dari mengajar daring hingga urusan administrasi kantor SEAQIM juga masih menunggu diselesaikan. Akhirnya, saya memutuskan untuk mengambil parcel di waktu istirahat siang antara pukul 12:00 – 13:00 WIB, karena hari Selasa saya masih ada jadwal ke kantor Yogya, saya pun berinisiatif untuk mengambilkan parcel rekan sejawat yang rumahnya kebetulan saya lalui dalam perjalanan ke kantor Yogya.

Oya, dear netizen saya tidak pakai ojek online karena untuk mengambil parcel harus mengisi form tandatangan yang daftarnya cukup panjang. Selain itu, ada parcel dari tempat lain yang harus saya ambil juga jadi ya, sekalian saja mumpung ada suami yang menemani, begitu pikir saya.

Berangkatlah kami dari rumah sekitar pukul 12:15, setibanya kami di depan makam pahlawan yang hanya berjarak sepenggalah dari kamus UNS tercinta, rupanya ada pos razia. Saya cukup santai karena merasa bukan pemudik dan sudah berkali-kali lolos dari razia sejak diberlakukannya peraturan mudik mulai tanggal 22 April 2021. Nah, ketika ditanya petugas dan saya ingin mengeluarkan kartu identitas, rupanya saya baru sadar kalau dompet saya tertinggal di atas meja bufet di ruang tengah karena ketika berangkat agak tergesa-gesa. Kebetulan KTP saya dan suami masih KTP Bekasi sehingga plat nomor mobil kami masih sesuai dengan KTP. Hm,,… pasti netizen bertanya-tanya mengapa KTP-nya Bekasi? Ini jawabannya panjang kali lebar kali tinggi 😀 Singkatnya, kami baru kembali ke kota Solo dua tahun lalu, dan belum genap dua tahun daya kembali dapat tugas untuk ditempatkan di Yogya, sehingga masih belum sempat mengurus kepindahan KTP.

Pada saat itu saya berupaya menjelaskan posisi saya yang tidak membawa kartu identitas dengan menunjukkan data-data yang terdapat dalam ponsel saya, eh pada saat itu saya belum sadar lho kalau di sana ada Mas Gibran, kemudian tidak lama ketika Mas wali mendekat, suami saya yang mengenali beliau. Lalu saya menjelaskan pada beliau dengan memanfaatkan data-data dari ponsel saya. Nah, ketika diminta tes swab, saya memang sempat menolak karena beberapa hal: 1) saya tidak nyaman dengan proses pengambilan sample swab karena sedang puasa dan tepat disiang hari; 2) sepengetahuan saya jika tidak ingin swab bisa putar balik, dan saya memilih putar balik sekalian ambil dompet; 3) saya belum lama juga sudah swab dan sedang tidak memiliki kepentingan untuk swab; dan 4) saya sedang tergesa-gesa karena waktu istirahat siang hanya sampai pukul 13:00 saja, padahal rencananya mau mampir membeli bahan steak untuk sore nanti.

Ketika saya menyadari kehadiran Mas Wali dan beliau meminta untuk swab saja sekalian, ya kamipun memenuhinya karena rupanya waktu menunggu tidak selama jika saya biasa swab di JIH Yogya atau JIH Solo, selain itu tes swab juga diberikan gratis oleh pemkot kota Surakarta. Hm,… bayangkan jika harus membayar, di JIH Yogya melalui drive through tarifnya Rp.200.000,- sedangkan di JIH Solo lebih mahal lhoo. Alhamdulillah,… hasilnya pun kami negative. Nah, kesempatan langka ini tentunya sayang jika disiakan, jadi sekalian saja kami meminta berfoto dengan orang nomor satu di Solo. Kami beruntung sekali, karena menurut salah satu kolega saya yang tinggal satu kelurahan dengan beliau saja belum pernah berjumpa dengannya.

Hm,.. lalu mengapa menjadi viral? ini karena kecerdikan dari wartawan dalam membuat judul yang bombastis dan potensial memicu komentar. Kejadian yang sebenarnya sih tidak seheboh yang dituliskan, karena kami juga santai saat kejadian. Secara pribadi kami mendukung upaya pemerintah dalam mencegah penyebaran virus corona dan menanggulangi wabah covid-19 di negeri Indonesia tercinta. Kami juga tidak mudik ke Kroya, Bandung, ataupun Bekasi lhoo untuk lebaran kali ini, bahkan di rumah kami masih terpampang peringatan untuk melakukan prokes sejak tahun lalu hingga hari ini lhoo.

Nah, untuk netizen yang ingin mudik sebenarnya mudah saja siapkan dokumen hasil tes untuk setiap penumpang, maka akan mudah melewati perbatasan, jika belum punya bisa langsung ikut tes on the spot yang disediakan pemerintah. Nah, bagi yang masih bisa menunda mudik sebaiknya ya mudik virtual saja menggunakan WA, zoom, google meet, atau fasilitas lainnya. Bagi yang memang masih harus bertugas, ya siapkan dokumen pendukung agar tugas berjalan lancar.

Tak lupa kami sampaikan apresiasi kami pada Mas Wali yang sudah memberikan fasilitas tes swab gratis dan bersedia berfoto bersama kami. Oya, foto bersama ini akhirnya bisa saya gunakan di hari selasa ketika melewati pos razia di Prambanan, dengan menunjukkan nametag institusi di Yogya, foto serta berita yang viral ini, akhirnya saya bisa tiba di kantor Yogya. Akhir kata kami mengucapkan Selamat Idul Fitri 1422 H, Taqobbalahu minna wa minkum, Taqobbal ya kariim. Semoga Netizen semua diberikan kesehatan dan keselamatan dimasa pandemi ini.

Tabik!

MENDAKI GUNUNG BERSAMA BALITA


Sebenarnya berita tentang balita yang ikut mendaki gunung bukan kali pertama dalam cerita ini, saya pernah membaca suatu artikel tentang seorang pendaki yang mengajak anaknya yang masih kecil untuk ikut mendaki bersama dengan menggendongnya. Pada berita tersebut disebutkan bahwa Ibunya adalah seorang pendaki yang tentunya sudah sering mendaki gunung dan bukan orang awam seperti kami.

Saya dan suami bukanlah pendaki gunung profesional, ataupun anggota kelompok pecinta alam, pengalaman mendaki kami juga ala kadarnya saja. Suami sepertinya baru dua mendaki gunung, itupun gunung yang sama,Tangkuban Perahu saja yang jalurnya lumayan nyaman karena cenderung landai. Saya sendiri punya pengalaman yang tidak jauh berbeda dengan suami, mendaki gunung Tangkuban Perahu dan Gunung Bunder. Mendaki gunung Tangkuban Perahu saat sedang menempuh S2 hingga sampai ke salah satu kawahnya dengan jalur yang relatif bersahabat, sedangkan mendaki gunung Bunder, Bogor saya lakukan saat masih duduk di bangku SMA dulu sekali, kami sampai ke kawah putih dengan jalur yang sangat menantang. Inipun kami didampingi oleh guru-guru kami yang memang beberapa adalah guru yang aktif sebagai pecinta alam.

Beberapa minggu yang lalu, bangun tidur tiba-tiba saya ingin mengajak anak-anak untuk berkegiatan di alam. Pada masa pandemi ini, pemilihan destinasi wisata dan aktivitas selama berwisata harus mempertimbangkan unsur-unsur penyebaran covid-19. Menurut kami, mendaki gunung, dan camping di alam terbuka yang luas dengan menjaga protokol adalah pilihan yang paling memungkinkan. Jadilah kami mencari-cari informasi tentang destinasi yang mungkin dapat kami jajaki. Kami adalah sepasang orangtua dengan pengalaman ala kadarnya namun semangat dan niat yang membara, dan 4 orang anak dengan sebaran usia 10 th, 7 th, 5 th, dan 3 th plus tambahan tantenya yang akhirnya menyerah sebelum sampai separuh perjalanan.

Berdasarkan informasi yang kami peroleh, kami memutuskan mencoba menjajaki “Gunung Mongkrang” di daerah Tawangmangu. Berangkatlah kami bersama dengan ditemani Uti yang sudah menyediakan beragam bekal piknik yang lezat-lezat. Perjalanan membutuhkan waktu sekitar 60 menit dari rumah kami hingga lokasi dengan menyusuri jalan yang menghubungkan Tawangmangu dan Magetan. Kami sempat terlewat sedikit karena kabut yang cukup tebal, namun akhirnya berhasil mencapai area parkiran yang hijau dan luas.

Area Parkir Mobil yang Luas dan Hijau

Area parkir mobil memang cukup luas, namun jalan menuju area ini sempit dan berkelok, awalnya kami ragu melihat jalan kecil itu namun setelah melihat beberapa mobil elf dapat keluar dari gang tersbut akhirnya kami pun berani menyusuri jalan-jalan tersebut hingga tiba di hamparan rumput hijau dengan latarr bukit-bukit dan gunung-gunung yang terbentang indah. Ada dua area parki, area parkir pertama dikelilingi warung-warung sederhana yang banyak menjajakan makanan dan minuman yang cocok untuk hawa dingin. Namun melihat mobil kami yang cukup besar, petugas justru mengarahkan kami ke area parkir ke dua yang merupakan hamparan rumput luas di sekitar kebun wortel. Menurut kami, ini adalah tempat yang sempurna untuk piknik! Adapun biaya masuknya kalau tidak salah hanya Rp. 10.000 per mobil atau bahkan lebih murah, jujur saja saya lupa karena yang bayar kebetulan suami.

Jalur mulai menanjak

Kami meninggalkan Uti di area parkir, kemudian kami menyiapkan bekal makanan dan minuman secukupnya ke dalam dua ransel kecil yang dibawa saya dan tantenya. Anak-anak siap dengan menggunakan pakaikan yang nyaman dan sepatu yang tidak licin. Kamipun mulai perjalanan dengan menyusuri jalan sepanjang kebun wortel di bagian kanan dan kiri.  

Jalan bersama diantara kebun wortel M1 dan M4 setelah turun gunung

Memasuki area hutan kita disambut oleh hadirnya pohon-pohon besar, berjalan sedikit masuk maka kita akan menemukan pos jaga dengan gapura yang terbuat dari botol-botol air mineral yang susun rapi. Ada juga deretan warung yang saat kami masuk masih tutup dan ketika kami turun mendapati penjual pentol di sini. Di area ini kita perlu membeli tiket sesuai jumlah personel yang akan ikut mendaki, saat itu kami hanya membayar 3 tiket saja padahal seharusnya kami membayar untuk 7 orang, keempat anak kami tidak dihitung.

Mulai pos ini jalan setapak mulai terasa menanjak, M4 yang sudah jalan sejak parkiran mobil saya perhatikan semakin melambat langkahnya, akhirnya digendong oleh saya untuk kemudian dilanjutkan digendong belakang oleh ayahnya. Beberapa bagian jalan tidak rata, dan ada yang sedikit licin serta berbelok dan menanjak curam untuk ukuran pemula. Anak-anak masih tetap antusias menapakkan langkah demi langkahnya sambil melihat-lihat ragam vegetasi di sekitar kami.

Tante menyerah tidak jauh dari spot foto ini. Outfit saya dan M2, jilbab dan topi bisa diperoleh di http://www.hijabshare.com

Sampai pada tikungan pertama, tantenya anak-anak yang berbadan besar, sudah mulai kewalahan, akhirnya kami tinggalkan karena sepertinya semakin ke atas tantangannya semakin berat dan cukup berbahaya karena sebelaah kanan kami adalah area terbuka, sedangkan jalan cukup licin akibat hujan yang turun semalam. Menurutnya, kaki masih kuat diajak melangkah, namun nafasnya sudah sangat berat, akhirnya kami putuskan untuk meninggalkannya beristirahat di lokasi tersebut dan memberinya kesempatan untuk makan dan minum perbekalan yang kami bawa. Kami pun bertukar beberapa isi tas, memindahkan kotak-kotak susu milik anak-anak dan beberapa buah alpokat yang kami bawa sebagai bekal.

Di sepanjang jalan, kami berpapasan dengan para pendaki yang turun, kami saling memberi salam. Beberapa dari mereka banyak yang terheran-heran melihat kami membawa empat anak kecil. Beberapa pendaki juga memberikan informasi jalur mana saja yang cukup berbahaya dan perlu kehati-hatian.

Salah satu jalur mendaki yang curam dan licin

Anak-anak kami rupanya justru sangat sekali, M1 bilang, “ternyata mendaki gunung itu menyengagkan sekali, tidak seperti yang aku bayangkan sebelumnya, Aku suka sekali, kapan kita akan naik gunung lagi?” ha..ha..ha.. padahal itupun kami belum sampai puncak! M2 ini rupanya benar-benar luar biasa, pada bagian-bagian curam, di ajustru dengan lincah dapat menaklukan tantangan-tantangan jalur yang licin dan curam lebih dulu. M3 yang berhati lembut sempat berbisik pada saya, kalau ia kuatir, ia takut jatuh kalau melihat ke bawah. Beberapa kali ia sempat terpeleset, namun kemudian saya berjanji padanya akan mengandeng tanggannya terus agar ia merasa aman. Ayahnya bersama M2 dan M4 melaju lebih cepat berjarak 2-3 meter di depan kami. Saya, M1 dan M3 sempat istirahat sejenak sebelum tiba pada pos pertama di puncak yang juga merupakan warung kecil.

Berpose di depan warung pos pertama

Lintasan sebelum pos ini, luar biasa curam dan licin, pada saat kami naik beberapa pendaki memberikan bantuan pada kami. Karamah-tamahan para pendaki rupanya menjadi suatu daya tarik tersendiri bagi anak-anak kami. Hampir semua pendaki yang berbapapsan baik naik maupun turun menyapa mereka, memberi semangat bahkan sesekali memberi bantuan ketika jalur-jalur pendakian memang sangat menaantang. Pendakian ini rupanya mengajarkan banyak hal pada anak-anak, menaklukan rasa cemas, takut dan khawatir yang berlebihan. Selama pendakian anak-anak juga belajar untuk memecahkan masalah, memilih jalan-jalan yang tidak licin, menemukan cara agar mereka tidak terjatuh, ada yang menggunakan rumput-rumput di sekitar jalan yang dilalui, ada yang memanfaatkan akar-akar tanaman yang banyak menonjol di jalur pendakian, ada pula dari mereka yang akhirnya menemukan gaya yang paling nyaman dan aman saatberjalan turun.

M1 dan M2 di jalan menuju pos ke dua

Tibalah kami pos pertama, akhirnya kami bisa membuka bekal makan dan menikmati keindahan alam dari tempat ini. Di depan warung ada bangku yang terbuat dari kayu-kayu dan bisa menjadi spot foto yang menarik seperti yang bisa dilihat pada postingan ini. Dari tempat ini kami bisa melihat dengan jelas tempat parkir mobil kami.

Kami beruntung sekali hari itu, karena cuaca cerah sejak kami berangkat mendaki hingga tiba di pos pertama ini. Namun, setibanya di pos pertama ini setelah puas keliling-keliling tempat ini, akhirnkya kami putuskan untuk turun mengingat langit sepertinya sudah mulai kelabu.

Awan kelabu mulai turun

Ketika turun, M4 tidak mau digendong lagi, ia berjalan sendiri sampai tempat parkiran! Beberapa jalur yang curam pun ditempuhnya. Anak-anak merasa sangat senang sekali, M2 juga senang mengumpulkan bunga-bunga liar yang dirangkai untuk diberikan ke Eyangnya-nya yang menunggu di bawah. Setibanya kami di parkiran, tiba-tiba gemiris datang, kami berlari-lari ke mobil. Padahal Eyang dan Tante sudah menyiapkan tikar piknik dan beragam makanan di sana. Setelah hujan sempat agak reda, kami buka kembali tikar dan pintu bagasi, lalu kami mulai melahap beragam bekal yang disiapkan.

Piknik ala kami

Alhamdulillah,.. pengalaman pertama mendaki bersama anak-anak memberikan kesan mendalam sehingga anak-anak ingin mengulang kembali pengalaman ini. Dalam perjalanan pulang kami bertemu penjual duren Matesih yang rasanya mantap. Nantikan perjalanan petualangan kami cerita selanjutnya, sampai jumpa lagi. 😀

Kelengkapan Modul Unit 5: Asesmen dan Pembelajaran Reflektif


Postingan ini saya buat khusus bagi peserta yang mengikuti training pada modul-2 unit 5 tentang Asesmen dan Pembelajaran Reflekstif dalam melaksanakan pembimbingan mahasiswa PPL.

Berikut adalah Informasi Tambahan 5.1a dan 5.1.b yang harus dibaca selama kurang lebih 15 menit:

Adapun untuk LKP 5.1 hingga LKP 5.5 dan Refleksi dapat diunduh dan diakses pada file dan link berikut ini :

LKD 5.2a: https://learningapps.org/watch?v=p5w108vnk20
LKD 5.2b: https://learningapps.org/watch?v=puv0k0upn20

LKD Refleksi : https://learningapps.org/watch?v=pme9szzta20

Terima Kasih Ibu dan Bapak atas partisipansinya, semoga kita mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Amiiin.

Salam Hangat,

Farida N

Tentang Novel Berjudul “to Kill A Mockingbird”


to kill a mockingbirdSetelah kurang lebih setahun lamanya, akhirnya saya berhasil juga menyelesaikan novel yang amat menginspirasi bagi para orangtua yang berniat mendidik anak-anaknya dengan nilai-nilai yang diyakininya.

Setelah menamatkan novel ini, akhirnya saya paham betul mengapa Harper Lee mendapatkan Pulitzer karenanya, novel yang indah ini mengajarkan prinsip-prinsip kesetaraan, keadilan, idealisme, dan esensi dari pendidikan di dalam keluarga dan lingkungan sekitar.

Saya mengagumi cara Harper Lee mengangkat isu-isu tersebut dari sudut pandang seorang gadis kecil, Scout, yang berusia sekitar enam tahun. Bagi saya pribadi, novel tersebut banyak mengajarkan cara-cara mendidik anak agar dapat memahami nilai-nilai yang dianut oleh orangtuanya, yakni Atticus, yang membesarkan kedua anaknya, Scout dan Jem sendirian. Nilai-nilai yang diyakini oleh Atticus bukan nilai-nilai yang popular banyak dianut oleh kebanyakan oarng di Maycomb County, kota kecil tempat mereka tinggal. Kebetulan saat ini, saat ini saya sebagai orangtua merasakan situasi yang serupa, hal ini menimbulkan gejolak pada anak pertama saya.

Sebagai ayah, Atticus memiliki ketenangan yang luar biasa pada situasi genting apapun. Hal itu sepertinya yang membuat kedua anaknya menjadi pemberani. Ketegasan Atticus juga membuat kedua anaknya menjadi pribadi yang bertanggung jawab.

Salah satu kejadian yang menarik bagi saya adalah, ketika mereka berdua mendapatkan bullying dari nyonya Dubose yang membuat keduanya marah luar biasa, dan merusak taman milik nyonya Dubose. Atticus meminta anak lelakinya yang mulai bernajak remaja untuk belajar menahan amarah atas apapun yang dikatakan orang lain pada mereka. Ketika mereka berdua gagal menahan amarah dan akhirnya melampiaskan kemarahan tersebut, Atticus dengan kesatria membawa kedua anaknya untuk menemui nyonya Dubose dan meminta maaf. Nah, menariknya permintaan maaf itu bukan sekadar lisan, namun diiringi oleh perbuatan. Atticus bertanya pada nyonya Dubose, apa yang perlu dilakukan kedua anaknya untuk menebus kesalahan mereka selain tentunya merawat kembali tamannya hingga rapi kembali. Nyonya Dubose menginginkan mereka berdua datang setiap sore untuk membacakan buku untuknya selama 30 hari! Hebatnya Atticus bisa membuat kedua anak tersebut melakukan hal tersebut.

Hal lain yang juga amat menarik bagi saya, ada di bagian akhir cerita, pada bagian klimaks dari novel ini, ketika Atticus mengetahui bahwa anak lelakinya yang berusaha melindungi nyawa Scout melawan tokoh antagonis pada novel ini Bob Ewell hingga menyebabkan kematiannya, Atticus bersikeras ingin mengajukan kasus tersebut ke pengadilan atas dasar idealisme yang dianutnya. Niatnya tersebut tidak disetujui oleh Mr. Tate yang juga amat keras kepala sebagai sherif di  kota Maycomb County karena tidak ingin membuat keributan di kota kecil tersebut dan tidak ingin menyeret Arthur Radley, tetangga mereka yang mengetahui kejadin tersebut, yang juga amat pemalu, berhadapan dengan publik di pengadilan. Pada situasi ini, akhirnya Atticus mengalah dan bersepakat dengan Mr. Tate, sebuah kompromi yang amat sulit dilakukan oleh seorang ayah dengan integritas yang luar biasa.

Selain yag sudah saya ceritakan tersbut, David G Allan (2016) juga mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat lima pelajaran berharga yang dapat dipetik dari novel ini, antara lain:

  1. Praktikkan nilai-nilai Anda
  2. Mendengarkan cerita dari kedua belah pihak
  3. Tetap tenang dalam krisis
  4. Percayalah kepada anak-anak kita
  5. Untuk berani, kita tak perlu menjadi “sok jagoan”

Uraian rinci dari masing-masing poin tersebut dapat Anda baca pada laman berikut. Novel ini telah menjadi bacaan wajib di kelas-kelas di Amerika Serikat. Pada bagian awal novel ini memeang alurnya amat lambat hingga saya bisa merasa bosan, namun setelah mengikuti hingga setidaknya seperempat bagian cerita mulai berkembang dan sangat menarik, setelah selesai membaca membuat saya ingin membacanya sekali lagi dengan lebih fokus pada detil percakapan antara Atticus dan anak-anaknya. Jika Anda penasaran, silahkan buktikan sendiri kepiawaian Harper Lee dalam mengarang cerita yang penuh nilai dalam suatu jalinan cerita yang indah.

Judul dari cerita ini juga sangat menarik, “to kill a Mockingbird”, setelah berselancar sebentar karena panasaran, saya menemukan hasil bahwa kata “mockingbird” dalam cerita tersebut menggambarkan makna “keluguan”. Atticus dan miss Maudi mengatakan bahwa membunuh burung Mockingbird merupakan perbuatan dosakarena burung tersebut tidak menganggu manusia, burung itu hanya bernyanyi saja dengan suara indahnya. Anak-anak penuh dengan keluguan, ketika mereka beranjak dewasa seringnya kejatahan, parasangka dan kebencian yang banyak dimiliki orang-orang dewasa seringkali membunuh keluguan mereka.