Teori Belajar Kognitif


belajar-cognitive2

Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling penting dalam upaya mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Dalam dunia pendidikan belajar merupakan aktivitas pokok dalam penyelenggaraan proses belajarmengajar. Melalui belajar seseorang dapat memahami sesuatu konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan tingkah laku, sikap, dan ketrampilan.

Pada dasarnya terdapat dua pendapat tentang teori belajar yaitu teori belajar aliran behavioristik dan teori belajar kognitif. Teori belajar behavioristik menekankan pada pengertian belajar merupakan perubahan tingkah laku, sehingga hasil belajar adalah sesuatu yang dapat diamati dengan indra manusia langsung tertuangkan dalam tingkah laku. Seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi dan Supriono (1991: 121) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Sedangkan teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996: 53) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.

Sesuai dengan karakteristik matematika maka belajar matematika lebih cenderung termasuk ke dalam aliran belajar kognitif yang proses dan hasilnya tidak dapat dilihat langsung dalam konteks perubahan tingkah laku. Berikut adalah beberapa teori belajar kognitif menurut beberapa pakar teori belajar kognitif:

Teori Belajar Piaget

Jean Piaget adalah seorang ilmuwan perilaku dari Swiss, ilmuwan yang sangat terkenal dalam penelitian mengenai perkembangan berpikir khususnya proses berpikir pada anak.

Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahap yang teratur. Pada satu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau struktur tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung pada tahap sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah:

a. Tahap Sensori Motor(dari lahir sampai kurang lebih umur 2 tahun)

Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium dan menggerakan. Dengan kata lain mereka mengandalkan kemampuan sensorik serta motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif yang penting muncul pada saat ini. Anak tersebut mengetahui bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya. Misalnya dengan menendang-nendang dia tahu bahwa selimutnya akan bergeser darinya.

b. Tahap Pra-operasional ( kurang lebih umur 2 tahun hingga 7 tahun)

Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu untuk selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas. Dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatan anakpun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya. Intelek anak dibatasi oleh egosentrisnya yaitu ia tidak menyadari orang lain mempunyai pandangan yang berbeda dengannya.

c. Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih 7 sampai 11 tahun)

Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Dalam upaya mengerti tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada informasi yang datang dari pancaindra. Anak-anak yang sudah mampu berpikir secara operasi konkrit sudah menguasai sebuah pelajaran yang penting yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh pancaindra seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja berbeda tanpa harus mempengaruhi misalnya kuantitas. Anak-anak sering kali dapat mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui bila membuat kesalahan.

d. Tahap Operasi Formal (kurang lebih umur 11 tahun sampai 15 tahun)

Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak yaitu berpikir mengenai gagasan. Anak dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah. Mereka dapat mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Pemikirannya tidak jauh karena selalu terikat kepada hal-hal yang besifat konkrit, mereka dapat membuat hipotesis dan membuat kaidah mengenai hal-hal yang bersifat abstrak.

Berdasarkan uraian diatas, Piaget membagi tahapan perkembangan kemampuan kognitif anak menjadi empat tahap yang didasarkan pada usia anak tesebut.

Taxonomy SOLO

Teori belajar Piaget memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap perkembangan teori pembelajaran kognitif. Hal ini terbukti dengan banyaknya peneliti yang tertarik melakukan analisis serta memperluas teori tersebut. salah satu kritik yang cukup tajam terhadap teori Piaget adalah berkenaan dengan asumsi bahwa pengertian akan suatu struktur yang sama akan diperoleh pada usia yang sama dalam berbagai domain intelektual. Implikasi dari hal ini adalah ketika seorang anak sudah dapat mengawetkan besaran suatu unsur dengan mengenali bahwa besaran dari benda tersebut sama terlepas dari bentuknya anak secara rasional dapat diduga akan mengawetkan konsep berat, karena struktur antara konsep besaran dan berat sama. Ternyata bersadar pada studi eksperimental yang dilakukan oleh para peneliti hal ini tidak sepenuhnya benar. Hal ini dianggap sebagai sebuah penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud adalah terjadinya perbedaan cara dalam memperoleh sebuah struktur yang sama oleh seorang individu. Dari beberapa hasil pengembangan penelitian dalam teori ini ternyata penyimpangan ini lazim terjadi sebagaimana diungkapkan oleh Biggs dan Collis (1982). Fakta ini memicu sebuah pengembangan teori dari teori Piaget yang dikenal dengan neo-Piagetian theories.

Biggs dan Collis adalah peneliti yang turut melakukan dan analisis teori belajar Piaget. Salah satu isu utama yang dikaji oleh kedua peneliti ini berkaitan dengan struktur kognitif. Teori mereka dikenal dengan Structure of Observed Learning Outcomes (SOLO). Biggs dan Collis (1982: 22) membedakan antara “generalized cognitive structure” atau struktur kognitif umum anak dengan “actual respon” atau respon langsung anak ketika diberikan perintah-perintah. Mereka menerima kebeadaan konsep struktur kognitif umum namun mereka menyakini bahwa hal tersebut tidak dapat diukur langsung sehingga perlu mengacu pada sebuah “hypothesized cognitive structure” (HCS) atau struktur kognitif hipotesis. Menurut mereka HCS ini relative lebih stabil dari waktu ke waktu serta bebas dari pengaruh pembelajaran disaat anak diukur menggunakan taxonomi SOLO dalam menyelesaikan suatu tugas tertentu. Penekan pada suatu tugas tertentu sangat penting seperti yang diasumsikan dalam taksonomi SOLO bahwa penampilan seseorang sangatlah beragam dalam menyelesaikan satu tugas dengan tugas lainnya, hal ini berkaitan erat dengan logika yang mendasarinya, selanjutnya asumsi ini juga meliputi penyimpangan yang dalam model ini dikatakan:

Siswa dapat saja berada pada awal level formal dalam matematika namun berada pada level awal konkrit dalam sejarah, atau bahkan dapat terjadi, suatu hari siswa berada pada level formal di matematika namun dilain hari dia masih berada pada level yang konkrit pada topik yyang berbeda. Hasil observasi seperti ini tidak dapat mengindikasikan terdapatnya “pertukaran” dalam perkembangan kognitif yang berlangsung, tetapi sedikit pertukaran terjadi pada konstruksi yang lebih proximal , pembelajaran, penampilan atau motivasi. Biggs & Collis (1991:60)

Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa teori tersebut lebih menekankan pada analisis terhadap kualitas respon anak. Untuk melihat respon anak diperlukan butir-butir rangsangan. Dan butir-butir rangsangan dalam konteks ini tidak difokuskan untuk melihat kebenaran dari jawaban saja melainkan lebih pada melihat struktur alamiah dari respon siswa dan perubahannya dari waktu ke waktu.

Untuk menjelaskan konsep “pertukaran” yang terjadi dalam pertumbuhan kognitif yang tidak biasa diantara anak-anak sekolah, Biggs & Collis (1991: 60)menyediakan suatu level tersendiri yang diberi nama “post formal mode”. Bagaimanapun juga terdapat satu perbedaan penting dari teori yang dikemukakan Piaget yaitu ketika mode atau level baru mulai muncul, ini tidak akan menggantikan level yang lama begitu saja melainkan dapat berkembang bersamaan. Oleh karena itu mode-model tersebut tumbuh sejak lahir hingga dewasa. Level terakhir adalah batas tertinggi dari proses abstraksi yang dapat ditunjukkan anak, bukan seluruh penampilan yang harus menyesuaikan dengan level-nya. Secara khusus, ketika semakin banyak mode yang memungkinkan maka multi-modal fungsioning menjadi normanya.

Berikut adalah 5 mode yang diutarakan oleh Biggs dan Collis:

1. Mode Sensorimotor

Focus perhatian pada mode ini adalah lingkungan fisik sekitar anak. Anak membangun kemampuan untuk melakukan koordinasi dan mengatur interaksinya dengan lingkungan sekitar. Perkembangan yang berkelanjutan pada mode ini ditunjukkan oleh kegiatan-kegiatan fisik ketika diperolehnya tacit knowledge.

2. Mode Iconic

Pada mode ini symbol-simbol dan gambar digunakan untuk merepresentasikan elemen-elemen yang diperolehnya pada mode sensorimotor. Tanda-tanda tersebut digunakan sebagai peran pengganti dari komunikasi oral. Cirri-ciri dari anak yang berada pada mode ini antara lain sering menggunakan strategi menebak, senang menggunakan alat peraga dan senang membuat gambaran-gambaran mental. Mode sensorimotor dan iconic adalah mode-mode alamiah dari seorang manusia yang berkembang secara alamiah juga. Sedangkan target pertama dari sekolah formal ada pada mode concrete symbolic.

3. Mode Concrete Symbolic

Pada mode ini anak mengalami “pertukaran” dalam proses abstraksi. Mereka mulai merepresentasikan dunia fisik melalui bahasa oral ke dalam bentuk tulisan, yaitu sebuah system symbol yang akan mereka gunakan dalam kehidupannya di dunia.

Sebuah system symbol memiliki tingkatan dan logika internal yang dapat memfasilitasi sebuah hubungan antara sistem simbol dan lingkungan fisik di sekitarnya. Sistem symbol yang digunakan di sekolah antara lain adalah matematika dan bahasa. Mode concrete symbolic adalah mode terbesar sebagai target dari matematika sekolah. Karena dalam matematika anak menggambarkan dan mengoperasikan objek-objek yang berada di sekitarnya.

4. Mode Formal

Pada mode ini titik berat kemampuan sesorang adalah pada kemampuan mengkonstruksi teori tanpa bantuan contoh benda konkrit. Kemampuan berpikir pada tahap ini meliputi membuat formula hipotesis dan membuat penalaran yang proporsional. Oleh karena itu kemampuan ini dituntut pada mahasiswa-mahasiswa di Perguruan Tinggi.

5. Mode Post Formal

Keberadaan mode ini lebih menekankan pada pembuatan hipotesis secara deduktif dari pada penyusunan teori berdasarkan bukti-bukti empiris. Karakteristik terpenting dari mode ini adalah kemampuan untuk bertanya tentang prinsip-prinsip mendasar dari sesuatu hal.

Taksonomi SOLO ini terdiri dari lima tahap yang dapat menggambarkan perkembangan kemampuan berpikir kompleks pada siswa dan dapat diterapkan di berbagai bidang.

Berikut adalah tahapan respon berpikir berdasar taksonomi SOLO;

1. Tahap Pre-Structural.

Pada tahap ini siswa hanya memiliki sangat sedikit sekali informasi yang bahkan tidak saling berhubungan, sehingga tidak membentuk sebuah kesatuan konsep sama sekali dan tidak mempunyai makna apapun.

2. Tahap Uni-Structural.

Pada tahap ini terlihat adanya hubungan yang jelas dan sederhana antara satu konsep dengan konsep lainnya tetapi inti konsep tersebut secara luas belum dipahami. Beberapa kata kerja yang dapat mengindikasi aktivitas pada tahap ini adalah; mengindentifikasikan, mengingat dan melakukan prosedur sederhana.

3. Tahap Multi-Structural.

Pada tahap ini siswa sudah memahami beberapa komponen namun hal ini masih bersifat terpisah satu sama lain sehingga belum membentuk pemahaman secara komprehensif. Beberapa koneksi sederhana sudah terbentuk namun demikian kemampuan meta-kognisi belum tampak pada tahap ini. Adapun beberapa kata kerja yang mendeskripsikan kemampuan siswa pada tahap ini antara lain; membilang atau mencacah, mengurutkan, mengklasifikasikan, menjelaskan, membuat daftar, menggabungkan dan melakukan algoritma.

4. Tahap relational.

Pada tahap ini siswa dapat menghubungkan antara fakta dengan teori serta tindakan dan tujuan. Pada tahap ini siswa dapat menunjukan pemahaman beberapa komponen dari satu kesatuan konsep, memahami peran bagian-bagian bagi keseluruhan serta telah dapat mengaplikasikan sebuah konsep pada keadaan-keadaan yang serupa. Adapun kata kerja yang mengidikasikan kemampuan pada tahap ini antara lain; membandingkan, membedakan, menjelaskan hubungan sebab akibat, menggabungkan, menganalisis, mengaplikasikan, menghubungkan.

5. Tahap Extended Abstract

Pada tahap ini siswa melakukan koneksi tidak hanya sebatas pada konsep-konsep yang sudah diberikan saja melainkan dengan konsep-konsep diluar itu. Dapat membuat generalisasi serta dapat melakukan sebuah perumpamaan-perumpamaan pada situasi-situasi spesifik. Kata-kerja yang merefleksikan kemampuan pada tahap ini antara lain, membuat suatu teori, membuat hipotesis, membuat generalisasi, melakukan refleksi serta membangun suatu konsep.

Teori Belajar Van Hiele

Dalam belajar pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele (1954), yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam belajar geometri. Van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam pegajaran geometri. Hasil penelitiannya itu, yang dirumuskan dalam disertasinya, diperoleh dari kegiatan tanya jawab dan pengamatan.

Menurut Van Hiele, tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan, jika ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak kepada tingkatan berpikir yang lebih tinggi.

Van Hiele menyatakan bahwa terdapat lima tahapan berpikir dalam belajar geometri yaitu;

a.Tahap Pengenalan

Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenali suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh jika kepada seorang anak diperlihatkan sebuah kubus, ia belum mengetahui sifat-sifat atau keteraturan yang dimiliki oleh kubus itu. Ia belum menyadari bahwa kubus mempunyai sisi-sisi yang berupa bujur sangkar, bahwa sisinya ada 6 buah.

b.Tahap Analisis

Pada tahap ini anak sudah mulai dapat mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geomeri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri tersebut. Misalnya disaat dia mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat dua pasang sisi yang berhadapan, dan kedua pasang sisi tersebut saling sejajar. Dalam tahap ini anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya. Misalnya, anak belum mengetahui bahwa bujur sangkar adalah persegi panjang, bahwa bujur sangkar adalah belah ketupat dan sebagainya.

c.Tahap Pengurutan

Pada tahap ini anak telah mampu melaksanakan penarikan kesimpulan, yang dikenal dengan sebutan berpikir deduktif, namun kemapuan ini belum berkembang secara penuh. Pada tahap ini anak telah mulai mampu mengurutkan. Misalnya ia sudah mulai mengenali bahwa bujur sangkar adalah jajargenjang, bahwa belah ketupat adalah layang-layang. Demikian pula dalam pengenalan benda-benda ruang, anak-anak memahami bahwa kubus adalah balok juga, dengan keistimewaannya, yaitu bahwa semua sisinya berbentuk bujursangkar. Pola pikir anak pada tahap ini masih belum mampu menerangkan mengapa diagonal suatu persegi panjang itu sama panjang. Anak mungkin belum memahami bahwa belah ketupat dapat dibentuk dari dua segitiga yang kongruen.

d.Tahap Deduksi

Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Mereka juga telah mengerti peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang telah didefinisiskan. Misalnya anak telah mampu memahami dalil. Selain itu, pada tahap ini anak telah mampu menggunakan postulat atau aksioma yang digunakan dalam pembuktian.

Postulat dalam pembuktian segitiga yang sama dan sebangun, seperti postulat sudut-sudut-sudut, sisi-sisi-sisi atau sudut-sisi-sudut, dapat dipahaminya, namun belum mengerti mengapa postulat tersebut benar dan mengapa dapat dijadikan sebagai postulat dalam cara-cara pebuktian dua segitiga yang sama dan sebangun(kongruen).

e.Tahap Akurasi

Dalam tahap ini anak telah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya ia mengetahui pentingnya aksioma-aksioma atau postulat-postulat dari geometri Euclid. Tahap akurasi merupakan tahap berpikir yang tinggi, rumit dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika tidak semua anak, meskipun sudah duduk dibangku sekolah lanjutan atas, masih belum sampai pada tahap berpikir ini.

Paparan di atas baru beberapa teori pembelajaran kognitif, selain itu masih banyak teori belajar konitif yang diungkapkan oleh beberapa pakar seperti Bruner, Bloom, Freudenthal dan lain-lain.

Referensi:

Ahmadi, Abu dan Supriono, Widodo. (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Atherton J S (2005) Learning and Teaching: SOLO Taxonomy [On-line] UK: Available: http://www.learningandteaching.info/learning/solo.htm Accessed: diakses tanggal 17 January 2009.

Biggs, J.B & Collis, K.F. (1982). Evaluating the Quality of Learning: the SOLO Taxonomy. New York: Academic Press

Biggs, J. B. and Collis, K. F. (1991). Multimodal learning and the quality of intelligent behaviou. In H.Rowe (ed.).

Crowley, L Mary.(1987). “The Van Hiele Model of the development of Geometric Thought.” Dalam Learning and teaching Geometry, K-12. National of Teacher of mathematics (NCTM). United State of America.

Karso, et.al.(1993). Dasar-Dasar Pendidikan MIPA. Jakarta: Depdikbud.

Suherman, Erman & Winataputra, Udin S. (1992). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Depdikbud. Jakarta.

Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

56 thoughts on “Teori Belajar Kognitif

  1. terima kasih teh….

    Jadi ingat lagi tuh, dah lama gak baca teori belajar. soalnya buku-bukunya tau kemana 🙂

    teruskan tulisan bermanfaatnya…..

    NB : kalo sempet mampir dong ke blog aku

  2. Sama-sama Galih,…

    He..he.. Smoga bermanfaat. Thanks atas kunjungannya Galih.

    Blognya keren lho… 🙂 Saya tambahkan dalam link ya,…..

  3. Baca artikel di atas, saya jadi ingin belajar lagi tentang teori kognitif nih (jika dilihat dari referensinya banyak terjadi perkembangan mengenai kognitif ini). Pada akhir 1991, saya dan teman-teman pernah melakukan survey mengenai peta kognitif. Caranya sederhana saja. Responden (anak SD klas 5 dan 6) diminta untuk menggambarkan suatu peta jalan (dan detil obyeknya)mulai dari sekolah menuju ke suatu lapangan yang biasa mereka gunakan untuk olah raga. Ternyata, hanya 10 persen saja yang mengambarkan peta secara benar. Analisa selanjutnya terungkap bahwa yang 10% tadi mulai bisa merepresentasikan dunia fisik (dalam bentuk gambar/peta) dari fikiran ke bahasa oral kemudian ke dalam bentuk tulisan/gambar. Kalau menurut teori kognitif yang dipaparkan di atas, terbukti bahwa manusia cenderung menggunakan simbol2 dalam kehidupannya di dunia.

  4. Betul Pak di dunia perkembangan teori kognitif cukup pesat, masih banyak lagi lho teori belajar kognitif yang lain seperti milik Vygotski dan Davydov dari Soviet, Skemp, Bruner dan lainnya. Namun, sebetulnya teori belajar kognitif ini bukan benar-benar teori yang baru Pak, beberapa teori muncul sejak era 70an. Hanya saja di Indonesia memang sepertinya belum berkembang pesat karena peminatnya juga masih sangat sedikit. Dalam bidang pendidikan matematika sendiri, sejak kurang lebih tahun 2004 berkembang teori tentang “Proses Abstraksi” yang mengacu pada teori belajar kognitif terdahulu.
    Yup, pada akhirnya memang ketika tingkat berpikir manusia semakin abstrak, kemampuannya dalam bermain dengan simbol akan semakin kompleks. seperti dalam Matematika, dimana simbol merupakan bahasa utamanya 🙂
    Membaca paparan Bapak tentang survey peta kognitif saya teringat pada salah satu jurnal yang berjudul “Schematising Activities as a Means for
    Encouraging Young Children to Think Abstractly”yang ditulis oleh Bert van Oers and Mariëlle Poland dari Free University, Amsterdam. taun 2007. Ternyata menurut mereka salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan berpikir abstrak bagi siswa adalah dengan aktivitas skematisasi salam satu bentuk realnya dalah meminta anak untuk menggambarkan dalam bentuk simbol, sama seperti yang Bapak lakukan. 🙂
    Jika dikaitkan dengan hasil survey Bapak, terdapat saya menduga sepertinya memang kemampuan abstraksi anak-anak kita masih cukup rendah ya. Kalau tidak keberatan, apakah saya boleh meminta copy dari hasil survey Bapak?
    Terima kasih

  5. hallo, da.
    gimana kabarnya?
    dari artikel yang ada mengenai teori kognitif. kira-kira ada g hasil penelitian terbaru atau artikel yang mengulas tentang teori kognitif yang di aplikasikan secara langsung dalam pembelajaran dan cara-cara pelaksanaannya secara kreatif?

  6. Hallo juga Jar!,….
    Alhamdulillah baik,… kalau ketemu temen-temen di Solo salam ya dari aku 🙂
    Iya ada jar, untuk yang spesifik ada model pembelajaran geometri van Hiele khusus untuk mengajar geometry jar.
    Ok kapan-kapan deh Aku ulas lagi yah,….
    plus dengan pelaksanaannya di kelas.
    Thanks

  7. salam kenal…sy lg nyari referensi tentang teori bljr van hielle.tp susah khususnya bknya.klo bleh minta bantuannya,minimal judul buku,pengarang n penerbitnya…..

  8. Artikel yg cukup bagus sebagai kontribusi utk meningkatkan wawasan bagi pembelajar yg konsen terhadap teori belajar. Semoga dgn wawasan ini akan berdampak positif bagi peningkatan kualitas pebelajar Indonesia.

  9. To Echi:

    Di atas sudah saya sertakan referensinya kan silah bisa dicari kok. yang paling legkpa ada di “Crowley, L Mary.(1987). “The Van Hiele Model of the development of Geometric Thought.” Dalam Learning and teaching Geometry, K-12. National of Teacher of mathematics (NCTM). United State of America.” versi online-nya udah ada coba aja cari dan download.
    yang lainnya bisa diambil dari jurnal-jurnal online sudah banyak sekali yang mebahas tentang teori ini.

  10. teh, ai mau tanya. gimana caranya bikin autobiografi yang tepat, yang kemudian dianalisis berdasarkan tahap-tahap perkembangan ????

    biz, bingung teh hmhmhmhmhmhmhmhmhmhmhmh

  11. kedua teori tersebut (kognitif dan behavioristik) tercakup dalam model pendidikan holistik.

    Selengkapny baca saja di blog Ratna Megawangi

  12. tolong dunkz minta teori “aktivitas belajar” by winkel, piaget dan john dewey……….makasih atas bantuannya……..

  13. piaget it tahap perkembangan kognitif.. bkn tahap belajar kognitif..
    tahap belajar it oleh Pavlov, Thorndike, ma Skinner..

  14. Ass. Salam kenal mba’ Farida. Nama saya Rio dari Lampung dan kebetulan sekarang lg kuliah di Bogor. Mba’ aku mau tanya, mba’ ada bahan-bahan atau materi yang membahas perbedaan dari teori belajar behaviorisme, kognitif, dan humanisime. Dari ketiga teori belajar ini bagaimana implikasinya dalam proses pengajaran? Terima kasih ya mba’ sebelumnya.

  15. www. Tentang topik yang Anda tanyakan coba dicari di buku Psikologinya Atkinson atau Cognition miliknya Matlin. semoga bisa membantu. semoga lain waktu saya bisa bahs lebih lanjut tentang penerapan teori belajar dalam proses pembelajaran.

  16. Saya sepakat dengan Anda bahwa Piaget mengemukankan teori tentang proses perkembangan kognitif, tapi teori perkembangan kognitif itu sangat berkaitan erat dengan proses belajar secara kognitif. sedangkan Pavlov, Thorndike dan Skinner itu adalah tokoh-tokoh yang bermazhab berhaviorisme, dimana belajar diamati dari perubahan tingkah laku semata, bukan pada proses kognitifnya.
    Thanks atas comen-nya…

  17. Assalamu’alaikum bu farida..
    salam kenal..
    saya mahasiswi p.math fkip uns angkatan 2006. sekarang alhamdulillah sudah menginjak semester 8 dan sudah mulai mengambil skripsi.
    bu, membaca artikel ibu ini menginspirasi saya untuk skripsi saya.
    insya allah saya ingin membuat skripsi kualitatif tentang “kualitas respon siswa terhadap masalah matematika beracuan pada gabungan taksonomi bloom dan taksonomi solo”.

    dosen pembimbing saya pak gatut. ternyata (mungkin saya yang kurang update) taksonomi bloom sudah ada yang direvisi. begitu juga dengan taksonomi solo.
    namun saya kesulitan untuk menemukan referensi mengenai dua taksonomi hasil revisian tersebut.
    saya baru mendapatkan informasi yang sepotong potong mengenai taksonomi ini.

    kalau tidak salah (kalau salah harap dikoreksi ya, bu)
    Taksonomi Bloom yang direvisi adalah Taksonomi Bloom Berdimensi Dua. Dua dimensi tersebut adalah dimensi proses kognitif dan dimensi pengetahuan. Dimensi proses kognitif memuat enam kategori yaitu, ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi, dan menciptakan. Kontinuitas dimensi proses kognitif diasumsikan berdasarkan kompleksitas kognitif; yaitu, pemahaman lebih kompleks secara kognitif dari ingatan, dan seterusnya.

    Dimensi pengetahuan memuat empat kategori, yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif. Kategori ini ditempatkan berdasarkan asumsi bahwa proses kognitif bermula dari konkret (faktual) ke abstrak (metakognitif).

    Hartanto Sunardi (2006) dalam Disertasi Doktor P. Matematika UNESA merevisi taksonomi solo menjadi taksonomi SOLO Plus (TSP) yang levelnya menjadi 7 level yaitu, prastruktural, unistruktural, multistruktural, semirelasional, relasional, abstrak, dan extended abstract.

    hanya itu informasi yang saya tahu, saya belum menemukan referensi lainnya. bahkan di perpus uns juga tidak ada (atau mungkin saya yang kurang teliti dlm mencari).

    bu, apakah ibu punya referensi mengenai kedua jenis taksonomi yang direvisi tersebut?
    bu, mohon bantuannya n bimbingannya juga. saya senang bisa berdiskusi dengan ibu.

    terimakasih..

    wassalamu’alaikum wr.wb

  18. Alaikumsalam….

    Salam Kenal kembali Ekayani. Alhamdulillah, artikel saya bisa menginspirasi Eka. Topik mengenai taksonomi Bloom dan taksonomi SOLO memang menarik untuk dikaji lebih dalam.

    Namun, ada yang perlu Eka pahami lebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh untuk meneliti. Sebetulnya alur dalam meneliti itu dimulai dari masalah atau ketertarikan sang peneliti, bukan berangkat dari jenis penelitian yang diinginkan (dalam hal ini Eka langsung mengklaim ingin melakukan penelitian kualitatif). Rumuskan dahulu masalahnya dan buat pertanyaan penelitiannya dari topik yang sudah dipilih itu. Perlu dicatat bahwa, jenis penelitian, desain penelitian, metode penelitian itu terkait dengan tujuan penelitian. Bukan sebaliknya, menentukan jenis penelitiannya dahulu baru kemudian mencari-cari masalah. 🙂

    untuk mendapatkan masalah, tentunya Eka harus banyak membaca tentang kedua topik tersebut. untuk topik taxonomy Bloom, sudah banyak sekali sumber di internet yang bisa akses, diantaranya : http://www.uwsp.edu/education/lwilson/curric/newtaxonomy.htm, atau http://www.skagitwatershed.org/~donclark/hrd/bloom.htm. atau bisa down load di http://www.uni.edu/stdteach/…/BloomRevisedTaxonomy_KeyWords-1-1.pdf. coba dicari sendiri melalui Google.com. ada 219.000 lebih hasilnya. Demikian pula untuk topik Taxonomy Solo. Hal yang perlu diingat adalah bahwa kemungkinan besar sumber yang banyak itu berbahasa Inggris. Kalau menginginkan sumber dalam bahasa Indonesia, Eka harus banyak mencari tesis-tesis, atau disertasi yang membahas tentang topik ini. untuk topik Taksonomi bloom dan taksonomi Solo di UPI sudah ada beberapa hasil penelitian tentang ini (jenis penelitian kuantitaif). Coba saja diakses melalui perputakaan online.

    Saya rasa, apa yang kamu ketahui itu sudah bisa menjadi modal awal untuk menemukan masalah. Memang topik psikologi kognitif dalam pendidikan matematika paling popular di UNESA. Di UNS sendiri masih relatif jarang.

    Untuk Taxonomy bloom, referensi saya sangat terbatas, sedangkan untuk topik taksonomi Solo saya memiliki beberapa paper berbahasa Inggris.

    Selamat Bekerja!

  19. teh aku baru mulai belajar.dari.malasku.yg panjang.sejak.1989.mohon.di.bantu.referensi.ttg.filsafat ilmu,teori.belajar ,metodologi penelitian pendidnurikan.dan.bimbingan biar aku tak merasa tua tuk belajar,kunjungi aku gomadnur@blogspot.com

  20. asslm….
    kak,mirna mau nanya,teori van hiele tu cuma dipakai tuk pembelajaran geometri ja ya kak?????
    tq ya kak……:)

  21. aslm,,,bole minta tolong gx….minta bahan referensi tentang teori belajar john dewey n gestalt secara lengkap,,,lw bisa kirim ke alamat email ika ye,,,makasieh,,
    wslm..

  22. www. Wah, kalau mau referensi lengkap ya datang saja ke perpustakaan bukan minta pada saya. 🙂
    Sorry, saya tidak punya referensi lengkap tentang topik tsb.

  23. www. Yup, betul sekali Mirna, teori van Hiele itu memang khusus tuk pembelajaran geometri. van Hiele mempunyai dua teori, yang pertama tentang teori kemampuan berpikir siswa dalam belajar geometri dan yang kedua teori tentang tahapan pembelajaran geometri. 🙂

  24. Wah, saya ucapkan selamat buat Kang Ahmad yang sudah terbangun dari tidurnya untuk belajar kembali. ok, IA saya akan membantu selama saya mampu. Tetap semangat ya…..:)

  25. www. wah maaf nih saya tidak punya apa yang Anda minta 😦 coba cari saja di internet dulu….

  26. Ass.
    mbak, saya mau minta tolong nih, tentang hasil-hasil penelitian yang terkait dengan teori van hiele di Indonesia.

    Thanks yah

  27. www,…
    Mas Zaid, untuk hasil-hasil penelitian tentang teori van Hiele di Indonesia, sebetulnya cukup banyak,namun saya tidak dapat mengumpulkan dan menuliskan dengan rinci tentang judul-judulnya, saya hanya dapat membrikan data tentang penulisnya saja ya,…beberapa yang saya ketahui antara lain: disertasi Pak Ikhsan di UPI, tesis Pak Otong di UPI, tesis ibu Epon di UNM, dan beberapa tesis di UNESA. kemudian jika mas Zaid mencari secara online, akan muncul pula tulisan saudara Purniati.

    Coba deh, dicari lagi ya. sudah banyak kok. saya sendiri juga sudah memiliki dua hasil penelitian tentang teori van Hiele ini.

    Selamat mencoba!

  28. Ass…
    saya baru blajar ttg perkembangan anak……
    mau nanya teh,,,sebenarnya perkembangan intelektual itu apa bedanya dengan perkembangan kognitif & knapa dsebut dengan perkembangan kognitif……..
    makasih….
    wasalam….

  29. Need ur help. adikku lg susun skripsi, butuh buku Crowley, L Mary.(1987). “The Van Hiele Model of the development of Geometric Thought.” Dalam Learning and teaching Geometry, K-12. National of Teacher of mathematics (NCTM). United State of America.

    bisa bantu cari dimana? atau bisa pijem untuk copy..

  30. Saya punya bentuk cetaknya dan soft copy-nya. Oya,.. bentuk soft copynya bisa kamu download, sudah beredar di dunia maya kok bentuk pdf, coba search dulu lewat Mbah Google deh. nanti kalau belum dapat saya kirimin via email deh…

  31. ass.slam knal,,,aku lg bingung ne,.,.,mhon bantuan nya tentang teori bhasa,teori pembelajaran bhsa,metode rancang bngun,dan tekhnik pendekatan kognitif,.,.,mhon bantuannya ya,.,.,.wass,.,.,.,.

  32. Waduh Liza, maaf ya. saya tidak punya kapabilitas yang cukup di bidang kebahasaan, sehingga tidak bisa membantu banyak. 🙂

    Coba cari pakar yang lain ya…

  33. mbak boleh request g?tolong bahas lebih detail tentang guru yang profesional dan efisien dalam dunia pendidikan…..
    karna guru adalah salah satu sumber dalam proses belajar siswa.jadi dia harus merelakan waktu dan pikirannya demi kecerdasan ,manusia umumnya dan siswa pada hususnya……..tp kenyataan nya skarang bertolak blakang 100% dr fungsi utama pada gru tsb.semoga ini nanti bahasan yang mbak posting bisa bermanfaat bagi guru-guru.supaya kembali guru-guru yang keluar dari koridor aturan-aturan sebagai guru sejati,trimakasih syukron

  34. OK deh bung Abdillah,.. terima kasih atas idenya. mohon doanya agar saya dapt segera membuat tulisan dengan tema “guru sejati” ….:)

  35. Assalamu Alaikum wr.wb.
    Salam kenal…
    Alkhamdulillah…setelah membaca artikel ini rasanya mendapat wawasan baru tentang teori belajar. Benar-benar bermanfaat. Terima kasih banyak. Saya tunggu postingan bermanfaat lainnya.
    Wassalamu alaikum wr.wb

  36. mba punya e-book khususnya taksonomi solo gak. jika boleh saya minta mba karena untuk tugas akhir saya. mohon balasannya lewat email mba khususnya mengenai taksonomi solo

  37. Pak perbedaan antara taksonomi SOLO dan taksonomi BLOOm itu teletak pada apanya? kemudian contoh soal taksonomi SOLO dan taksonomi BLOOM gmn pak? mohon bantuan informasinya pak.

  38. assalamualaikum
    saya mau tanya apa perbedaan taksonomi solo dan taksonomi solo-plus?
    penelitian saya tentang taksonomi solo, kemaren saya di tanyai mengapa saya mengambil taksonomi solo bukan taksonomi -plus,saya kebingungan untuk menjawabnya?, mohon bantuannya

  39. assalamualaikum…kpd tuan blog…sy pelajar UPSI..sy mghrp sgt pn tolong berikan sy maklumat mengenai taksonomi solo ney…sbb sy dkhndaki mmbuat asgmt tajuk ney..sy kurang tahu mengenai apa……tlg bg maklumat untuk sy..ney email sy iesmaakma@yahoo.com…trma kasih…

  40. assalamu’alaikum bu Hasanah saya seorang guru dari SMA Muhammadiyah 2 Jombang,setelah membaca artikel diatas kami merasa ada wawasan baru dalam diri kami berkaitan dengan psikologi peserta didik,namun kami juga merasa kurang mempunyai ilmu yang relevan dengan perkembangan zaman berkaitan dengan penanganan peserta didik yang bermasalah,mungkin ibu bisa memberi refernsi berkaitan dengan maslah kami…..

  41. Wahh terbantu ni untuk slalu bergairah mencerdaskan anak bangsa, terima kasih bu tetap menulis untuk indonesia

  42. Senang mendengarnya,…. mohon doanya agar bisa mempertahankan dan meningkatkan semangat menulis ya…. 🙂

  43. waalaikumsalam Pak Tata, wah saya senang sekali bertemu dengan guru seperti Bapak yang mempunyai semangat untuk mencerdaskan anak bangsa, hingga masih bersemangat menambah pengetahuan.
    Memang persoalan mendidik tidak mudah Pak, kalau butuh referensi khusus IA akan saya krimkan via email, utarakan dengan spesifik masalah Bpak barangkali kita bisa diskusi dan saya dpt memberikan referensi yang sesuai dengan kebutuhan…..

    ditunggu kabar selanjutnya……

  44. Ass. bu mau minta tolong nih, sya lagi mau cari buku mngenai hasil belajar kognitif dan metakognitif tapi saya ga tau judulnya apa. Mohon bantuannya bu…Mksh

  45. www,… waduh lha wong yang mau diari saja bentuknya belum tahu, bagaimana saya bisa membantu 🙂

    mungkin langkah awalnya bisa googling dulu dengan topik spesifik yang dimaksud, kemudian telusuri lebih lanjut. atau baca referensi skripsi, thesis atau disertasi yang terkait, dari daftar pustaka tersebut barulah cari bukunya.

    Selamat Mencoba!

Leave a comment